Banjir di Kota Jababeka, Cikarang – Bagian 2

Standard

Jumat, 2 Februari 2007

Sesampainya di atas aku hanya bisa berdoa dan bersyukur bahwa akhirnya aku bisa menyelamatkan diri dan beberapa orang lainnya, meskipun aku sempat terseret arus yang cukup kencang menuju ke aliran sungai yang membelah Kota Jababeka, tapi untunglah ada seseorang yang menarik dan menyelamatkanku.

Saat itu aku sudah berpikir panik dan rasanya ingin berteriak dan menangis. Mungkin seperti ini orang-orang di Banda Aceh pada saat Tsunami menghantam Propinsi di ujung barat Indonesia. Aku berbicara dan terdengar sekali bahwa suaraku bergetar, ketakutan dan kedinginan – panik.

Aku pun mulai bertanya-tanya kepada beberapa orang warga termasuk penjaga kamar kos, mas Aza apakah semua orang bisa diselamatkan dengan kondisi seperti itu. Andaikan aku bisa bangun dan mengevakuasi diri lebih awal, tapi itu sudah rencana Yang di atas.
Akupun juga bertanya-tanya apakah ada anggota dari kantor Polres Bekasi yang letaknya sangat dekat dari perkampungan Blok1 yang membantu warga untuk evakuasi, ternyata tidak. Aku bertambah marah. Dan aku hanya melihat beberapa orang satpam berjalan dan melihat orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri mereka. Aku sangat marah.

Dengan suara serak-serak panikku, aku datangi salah satu orang yang tampaknya anggota polisi, yang hanya duduk di dalam mobilnya sambil memegangi radio penghubungnya. “Pak, tolong lah pak, banyak sekali orang-orang di bawah sana yang masih harus diselamatkan, arus air cukup deras dan air semakin tinggi. Banyak anak-anak, orang tua dan wanita hamil.” tetapi dia masih tampak tenang. Akhirnya, aku berusaha merogoh UNESCO ID Card ku di kantong tas bagian depanku (sebenarnya sudah berakhir per 31 Januari, sebelum kontrakku diperpanjang, aku harap ini langkah yang benar). Dan kutunjukkan padanya dan aku sampaikan bahwa aku staff UNESCO Jakarta dan aku benar-benar membutuhkan pertolongannya untuk menyelamatkan warga yang berusaha naik dan menyelamatkan diri dari kepungan air yang semakin naik dan arus yang cukup deras.

Akhirnya, dia mulai bergerak dan menjalankan mobilnya untuk mencari bantuan. Aku bersyukur. Aku tidak bisa berbuat banyak selain mencari bantuan dan menanyakan kondisi beberapa orang teman yang aku tahu, kamar kos mereka terletak di tanah yang lebih rendah. Aku berusaha menghubungi mereka dan menanyakan keadan mereka. Syukurlah mereka sudah menyelamatkan diri, tetapi air sudah menutupi daun pintu kamar kos mereka, tetapi mereka sudah mengevakuasi diri dan beberapa barang berharga mereka ke kamar kos lantai 2.

Setelah aku memastikan bahwa mereka selamat, aku pun berjalan melawan arus air yang terus naik dan menggenangi jalan di boulevard Jababeka Education Park menuju ke kantor LPPM yang tidak jauh dari sekolah Al-Azhar, karena biasanya disana ada bebrapa satpam yang berjaga dan aku kenal bebrapa satpam itu, karena mereka dulunya berjaga di asrama mahasiswa President University.

Aku berjalan dengan hanya mengenakan celana pendek yang sudah basah kuyup dan kaos putih yang sudah separuh terendam air lumpur separuh dan sandal jepit yang tali sebelah kanannya lepas menuju ke kantor LPPM untuk mencari bantuan untuk warga.

Dari kejauhan aku bisa melihat dua orang satpam yang duduk di luar kantor melihat ketinggian air yang perlahan merambat masuk ke lapangan parkir LPPM-C. Salah satu dari mereka aku kenal, syukurlah. aku akan dengan mudah berbicara dengan nya dan meminta bantuan untuk menyelamatkan warga.

Ternyata pikiranku salah, kali ini. Dia malah menertawakanku dengan kondisiku yang basah dan menenteng tas kresek putih besar dan tas ransel di punggung, serta sandal sebelah kanan yang putus. Brengsek, pikirku. Aku sedikit membentak dan berbicara dengan sedikit keras meminta supaya mereka membantu warga untuk evakuasi. Tetapi mereka hanya diam dan tertawa kecil. Aku bingung?!

Lalu aku menanyakan tentang anggota aparat di kantor Polres sebelah. Dia hanya mengatakan bahwa kantor Polres saat ini kosong. Bagaimana mungkin? dalam keadaan seperti ini mereka tidak ada? Mereka menyelamatkan warga dari arah lain. Aku berpikir, warga banyak menuju ke arah sini, tapi kenapa mereka malah berputar arah untuk menyelamtkan warga dari sebelah sana. Aku pikir mereka tidak mungkin bisa membantu.

Akhirnya aku pun berjalan kembali ke arah warga menyelamatkan diri mereka dari kepungan banjir

Aku bingung tidak tahu haru bagaimana dan harus kemana. Aku tidak memikirkan barang2ku lagi, biarlah. Yang paling penting saat ini aku sudah berhasil naik dan selamat. Aku menghubungi sopir bis Jababeka, Pak Roso dan menanyakan apakah bisa tetap jalan hari ini. Ternyata, dari suara di telepon, Pak Roso juga kebingungan menyelamatkan keluarganya dan rumahnya yang juga digenangi air setinggi perut.

Hm..aku bertambah bingung dan kacau.

Aku juga bisa melihat dari kejauhan, di bunderan golf juga sudah tergenang air yang cukup tinggi dan air mulai naik ke arah Resto Plaza.

Kondisi memang menegangkan. Tidak lama kemudian banyak aparat yang mulai dtang dan mengamankan jalan dan membantu warga yang berusaha menyelamatkan diri mereka, entah itu karena permintaanku ke polisi yang hanya duduk di mobilnya tadi atau memang itu..aku tidak tahu. tapi aku cukup senang dan lega bahwa akhirnya beberapa polisi berdatangan dan membantu.

Beberapa memblokir jalan dan menghentikan beberapa kendaraan yang berusaha melewati jalan, karena memang ketinggian air juga lumayan untuk menenggelamkan sepeda motor dan menggenangi mobil. Jalan dialihkan untuk menghindari korban dan hal-hal yang tidak diinginkan. Aku juga bisa melihat bahwa air juga perlahan masuk ke halaman parkir President University yang tidak jauh dari sungai.

Selang beberapa saat datang beberapa truk untuk membantu mengevakuasi warga, dengan sorotan lampunya menerangi jalanan yang gelap dan untuk mengikatkan tali tampar yang besar untuk berpegangan supaya tidak ada yang terseret arus yang kencang. Sedikit demi sedikit warga naik dan mereka merasa lega. Beberapa mengatakan bahwa motor mereka sudah tenggelam terendam air dan mereka tidak sempat menyelamatkan motor mereka. Beberapa hewan ternak seperti sapi, kambing dan ayam juga sudah dilepaskan tetapi tidak tahu apakah mereka mampu menyelamatkan hewan ternak mereka.

Benar-benar suasana yang mencekam di saat dini hari sebelum subuh di hari Jumat awal Februari 2007.

Banjir besar juga menerjang Jakarta dan sekitarnya tahun 2002, 5 tahun yang lalu, tetapi ini diketahui lebih parah dari banjir sebelumnya. Unbelievable. Aku ngga bisa membayangkannya.

Waktu menunjukkan jam 5 lebih dan aku melihat Ronald, mahasiswa Vietnam yang akan pergi ke Jakarta dengan bis Pak Roso, tapi aku sampaikan bahwa bis Pak Roso hari ini tidak ke Jakarta, karena Pak Roso dan kelluarga terjebak banjir dan tidak bisa menuju kampus. Akhirnya kutawarkan untuk pergi ke pintu tol bersama lalu kita naik bis ke Jakarta bersama. Akhirny, kita pun berjalan menerjang air yang mulai naik dan berusaha melewati daerah yang masih kering.

Dia tampak terkejut dengan adanya banjir seperti ini. Tapi dia mengatakan bahwa banjir tidak sampai ke asrama mahasiswa – student housing – yang ada di belakang Resto Plaza. Aku pikir pasti tempatnya lebih tinggi. Kita pun berjalan melalui trotoar yang memang lebih tinggi dari ketinggian jalan raya. Setelah melalui jalan seberang Polres Bekasi, mas Aza berlari ke arahku dan memberitahuku nomer pemilik kamar kos untuk dihubungi jika air sudah surut. Aku sedikit kuatir degan kondisinya dan keluarga, karena aku tahu bahwa adiknya sedang hamil dan dia bersama ibunya yan sudah tua.

Akku berjalan melewati pintu gerbang Jababeka Education Park dan naik ke angkot 33 menuju pintu tol Cikarang untuk naik bis ke Jakarta. sekitar 15 menit kitapun sampai di pintu tol, dan waktu menunjukkan jam 6 kurang. Tidak lama bis pun datang dan aku naik dengan keadaan yang basah kuyup dengan handsfree yang terpasang di telinga untuk mendengarkan perkembangan banjir dari radio.

Aku duduk di bagian belakang bis dan AC dinyalakan cukup dingin. Selama perjalanan aku melihat kana kiri, memang banjir dimana-mana. Ada yang mencapai ketinggian sampai 1 atap rumah, sangat parah. hampir sepanjang perjalanan dari Cikarang- Jakarta melalui Cibitung, Grand Wisata, Bekasi Timur, Bekasi Barat, Pondok Gede dan Halim. Pintu tol ke arah Tanjung Priok dari Halim juga diblokir karena air sudah menggenangi sebagian ruas jalan tol. Parah.

Ketika memasuki Kota Jakarta, hujan mulai turun dengan deras. Aku berpikir untuk kembali ke Cikarang, tetapi tidak akan mengubah keadaan. Akhirnya kupun turun di Halte bis Polda dan menunggu taxi ke kantor. Tetapi keadaan lain sekali. Aku sudah menunggu taxi selama 30 menit tetapi tidak ada satupun taxi yang berhenti. Banyak sekali orang berebut mendapatkan taxi, bahkan ada yang memanfaatkan jasa tukang ojeg payung. Akhirnya ku putuskan untuk naik ojeg ke kantor dengan kondisi yang sangat basah dan pakaian seadanya.

Akhirnya aku sampai di kantor. Aku berusaha menenangkan diri dan menyalakan komputer. Lalu aku mandi dan membilas badanku seadanya tanpa sabun atau shampoo atau pasta gigi. Aku tidak berpikiran aku harus membawa apa.

Ya, akhirnya aku di kantor dengan hanya memiliki apa yang aku pakai dan yang aku bawah di tas ranselku. Aku juga tidak mau berpikir panjang bagaimana bajijr akan menenggelamkan kamar kosku dan merusak semuanya, tetapi aku sudah sempat mengunci kamar kosku sebelum aku pergi menyelamatkan diri.

Selama perjalanan Cikarang – Jakarta, pikiranku kosong, tidak ada dan tidak memikirkan apapun, hartaku, bukuku, pakaianku, tidak sama sekali. Aku berpikir selama perjalanan bahwa mungkin seperti ini juga yang dialamai oleh orang Aceh pada saat Tsunami datang dan pergi, mereka berusaha menyelamatkan diri mereka karena takut akan datangnya gempa dan Tsunami susulan. Jalan tol cukup padat pagi itu. Aku jadi bisa merasakan ketakutan dan ketegangan film Deep Impactnya Ellijah Wood (kalau ngga salah) – yang menceritakan tentang banjir dan semua orang panik hingga akhirnya jalan tol pun padat. Atau pun film War of the Worldnya Tom Cruise – banyak orang memadati jalan tol untuk menyelamatkan diri mereka dari kejaran alien.

Well, i’m still alive rite now. this’s it. Semua cerita tentang banjir yang melanda Kota Jababeka, Cikarang yang aku alami di awal bulan Februari ini.

Aku akan menulis cerita-cerita lainnya yang berhubungan dengan banjir di Jakarta dan sekitarnya lagi di kategori Jakarta.

Thanks God, I’m alive.

Reiza

About Mohammad Reiza

I first started blogging on wordpress in November 2006 that you can find at mohammadreiza.com and later in January 2007 I added another blog at reizamohammad.wordpress.com and I just recently added another blog in May 2013 at reizamonologues.wordpress.com

9 responses »

  1. walah za..za…lha kok masih sempet ke jakarta…aku yho ga budhal kerjo pak..
    emang menegangkan…tapi beruntung aku diatas cm selutut..itupun sudah cukup tegang plus tangan gemetaran karena dingin, gugup dan bingung. tapi kamu ndak popo kan? wah.keknya kamu setelah banjir bukan kena diare ato demam tapi psikis-nya keganggu 😀

    Like

  2. Dila DinDung,

    ya, mau bagaimana lagi, ibaratnya maju kena mundur kena. Mau kembali ke rumah juga nantinya tambah ribet. Ya udah ke kantor aja, mending khan, kondisinya lebih baik dan lebih nyaman. Khan setelah itu terus pijat refleksi di Mall Ambassador trus nonton film di Djakarta Theater. Kalao gangguan psikis, memang iya, sedikit. hahahaha…:-)

    Cheers, Reiza

    Like

  3. wew….serem sekali…untung saja aku k cikarangnya bukan minggu lalu..
    rasanya khawatir mendengar daerah sekitar asrama banjir hebat…
    by d way mas reza…
    hati2 deh dsn….
    soal aparat yang di education park aku jg kesel bacanya tadi..
    ha4..

    Like

  4. Riady,

    ya, serem juga pas kita mau menyelamatkan diri, setelahnya sih lega 🙂 So di Cikarang sampai kapan? berapa lama? mau ketemu sama teman2 lama ya di asrama?

    Well, i think, mereka hanya menjalankan tugasa dan kewajibannya saja. perhaps, itu salah satu alasan mereka ngga mau menolong atau meniggalkan tempat mereka berjaga malam itu, so mereka juga tidak bisa berbuat banyak menurutku.

    Thanks for your comment. Keep reading this blog and greetings to your old friends in the student housing ya.

    Cheers, Reiza

    Like

  5. aku??
    aku kesananya akhir februari kak…

    iya nh kangen..
    tar tanggal 23 feb anak sma mau bikin cultural nite jg…tp yg kecil2an dan sebatas untuk intern aja..
    kebetulan aku diajak manggung ama teman bandku dulu..
    n pas aku jg liburan dari minggu ini ampe akhir maret…
    yawda dh skalian aja aku main kesana…ha4..
    awalnya aku gk dibolehin orangtuaku gr2 banjir kemaren…
    tp karena uda gk banjir akhirnya dibolehin jg….

    sekian dulu..sukses selalu ya

    Like

  6. Za..dari semua cerita kamu diatas,aq kira hanya aq aja yang panik n shock banget pas tau banjir masuk rumah dan banjir terhebat yang pertama kali aq alami sejak balik lagi kejakarta.aq kira aq orang yang paling menyedihkan saat itu.yang ga tau harus ngapain,hanya terpaku melihar air yang cepet banget naik. ternyata masih banyak orang yang lebih parah dari kondisiku. dan terimakasih pada Tuhan masih memberiku hidup mpe sekarang.

    Like

  7. Ie,

    terkadang kita merasa bahwa kita mengalami hari terburuk dan merasa paling menyedihkan di dunia ini. Kenapa? karena kita hanya memikirkan diri kita sendiri. itulah hal yang paling mendasar dari setiap manusia. Tapi bila kita mau berhenti sejenak dan berpikir, melebarkan jarak pandang kita, masih banyak ternyata orang yang lebih menyedihkan dan lebih buruk dari kita. Kita hanya bisa bersyukur bahwa kita masih hidup saat ini. Barang-barang kita yang hanyut ketika banjir datang tidak akan kita bawa ketika kita mati. ya, mungkin itu saja yang kita syukuri saat ini.

    Reiza

    Like

  8. sangat sedih ngebaca pengalaman mu, yup daerah kost mu emang pas hari Jumat udah kayak danau..

    Aku pun sedih dan malu pas ngebaca kelakuan satpam Lppm, mereka mungkin tidak mengerti..ntah apa apapun..hiks

    Like

Leave a comment